Alhamdulillah, kami panjatkan syukur ke hadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga Seminar Nasional Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya (Semnas KBSP) V 2018 berjalan lancar dan sukses pada 25 April 2018 di Auditorium Moh. Djazman.
Teknologi digital telah “menyulap” kebiasaan masyarakat yang bekerja di wilayah mana pun, baik wilayah kependidikan maupun nonkependidikan. Muncul tradisi baca yang dibarengi tradisi tulis. Transfer informasi melalui teknologi digital diusahakan secepat mungkin untuk direspon agar penyampaian pesan menjadi efektif dan tidak kadaluarsa. Mereka yang telah “membaca” kekuatan teknologi dengan cepat merespon alat itu untuk mengkreasi dan membuat terobosan dalam pembelajaran agar terjadi percepatan pemahaman. Mereka yang mengkhawatirkan hadirnya teknologi itu didasarkan pada data tentang banyaknya penyalahgunaan teknologi itu untuk melakukan tindakan kriminal, seperti melakukan tindakan plagiasi terhadap karya-karya yang digelar. Dengan mendapat kemudahan muncul penyalahgunaan media untuk kriminal. Mengopi pesan orang lain lebih diminati daripada memulai menulis sendiri.
Sementara itu, warga masyarakat yang menjadikan menu di media digital yang lebih sebagai penikmat banyak yang terkena batu sandungan yang menyebabkan mereka terancam rusaknya rajutan kebersamaan yang bertahun-tahun mereka bina. Mereka terprovokasi oleh tampilan berita atau pesan di media. Kecuali itu, kualitas kepribadian mereka direndahkan oleh kekurangpahaman dampak negatif media tersebut. Akhirnya, bermedia lebih mereka rasakan sebagai “racun” yang menurunkan kualitas cipta, rasa, dan karsa. Siapa yang bertanggung jawab untuk mendewasakan masyarakat dalam bermedia, termasuk menjunjung etika bermedia? Ada tuntutan serius bagi guru, dosen, peneliti, rohaniawan/dai, jurnalis, atau siapa saja yang diberi peran memimpin untuk mencerahkan masyarakat tentang kebaikan dan keburukan berteknologi. Di satu sisi, mereka yang memiliki kemampuan memilah dan memilih mampu berkembang sangat pesat berkat pemilikan keterampilan dan keahlian yang disokong ketepatan bermedia hingga kontribusi mereka dapat dirasakan oleh anggota masyarakat luas. Para guru yang gesit, kreatif, dan cerdas yang memiliki pola komunikasi yang lebih terbuka dan dapat mengimbangi perkembangan teknologi, jika kesulitan mencari bahan ajar, metode, atau media pembelajaran bahasa dan sastra, mereka beranjak untuk menengok menu di media. Berteknologi menjadi rahmatan lil alamin.
Sementara itu, industri kreatif, khususnya tawaran pendidikan untuk warga asing, bertahun-tahun sudah disiapkan, diujicobakan, dan dilaksanakan desain kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia untuk mereka. Bagian mana yang semakin mantap yang menjadi kekuatan BIPA dan yang masih terus dilakukan pembenahan.
Semoga Seminar Nasional Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya (Semnas KBSP) V 2018 memberikan kontribusi pemikiran terhadap masalah kebahasaan dan kesastraan di era milenial. Terakhir, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah menyukseskan acara ini, khususnya kepada pemakalah tamu dan pemakalah pendamping serta peserta seminar.