Akhir-akhir ini kecerdasan buatan menjadi wajah baru dalam dunia digital. Perusahaan teknologi Microsoft bahkan akan memberikan pelatihan perihal kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) 2,5 juta orang pada 2025 di seluruh wilayah ASEAN, 840 ribu orang di Indonesia. Pelatihan tersebut akan diselenggarakan bermitra dengan pemerintah, organisasi nirlaba, korporat, serta komunitas di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, serta Vietnam.
Program tersebut akan mencakup pelatihan keterampilan AI bagi siswa sekolah menengah kejuruan melalui AI TEACH for Indonesia dan peluang untuk membangun karier di bidang keamanan siber bagi perempuan melalui Ready4AI & Security. Microsoft akan membantu mendorong pertumbuhan komunitas pengembang di Indonesia melalui inisiatif baru seperti AI Odyssey, yang diharapkan dapat membantu 10 ribu pengembang Indonesia menjadi ahli di bidang AI dengan mempelajari keterampilan baru dan mendapatkan sertifikat kredensial Microsoft.
Perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan. Di era digital, Artificial Intelligence memainkan peran yang semakin penting dalam membantu mahasiswa menghadapi tantangan belajar dan mencapai keberhasilan akademis. Keberadaan Artificial Intelligence telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan teknologi pendidikan, memfasilitasi pembelajaran yang lebih efektif dan personal
Akhir 2022, ada peristiwa besar peluncuran ChatGPT, terobosan dalam kecerdasan buatan generatif (GenAI). ChatGPT, sebagai alat GenAI yang revolusioner, membawa perubahan signifikan dalam cara kita berinteraksi dengan teknologi. Meskipun demikian, muncul pertanyaan kritis seputar bagaimana GenAI, termasuk ChatGPT, dapat membentuk dan mengubah secara menyeluruh lanskap pendidikan, sebagaimana diuraikan oleh UNESCO (2023) dalam panduan mereka yang tertuang dalam buku “Guidance for Generative AI in Education and Research”.
Dalam konteks tersebut, terdapat berbagai aspek kontroversi yang muncul seiring dengan meningkatnya popularitas dan penetrasi GenAI, bersama dengan risiko etika yang melekat dan implikasi terhadap pendidikan. Etika mengutip dan menguntit menggunakan AI kerap digunakan oleh mahasiswa ketika menyusun karya atau sekedar mengerjakan tugas kuliah. Tak sedikit pula mahasiswa yang mencari ilham dalam mendapatkan ide untuk menyusun karya menggunakan bantuan AI. Dalm hal ini hanya mencari kata kuncinya saja dan mencari ide apa yang baik untuk diterapkan tidak melahap mentah-mentah apa yang sudah di generate oleh ChatGPT.
Betulkah kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) berdampak pada pendidikan dalam lingkup perguruan tinggi? Untuk mengetahui dan menjelaskan hal itu dapat dilihat setahun belakangan setelah peluncuran AI ChatGPT. AI justru membuat malas mahasiswa untuk mengeksplorasi potensi yang ada pada pikirannya. Hal in terjadi karena tanpa mereka melakukan itupun dengan menggunakan AI semua permasalahan akan terselesaikan. Hal in terjadi karena tanpa mereka melakukan itupun dengan menggunakan AI semua permasalahan akan terselesaikan. Kemalasan tersebut akan menyebabkan pola pikir pelajar atau mahasiswa sebagai generasi muda menjadi tumpul sehingga dampaknya kreativitas dan kemampuan berpikir kritis akan berkurang drastis dalam beberapa waktu ke depan. Hal itulah yang dapat dianggap sebagai bom waktu yang akan meledak di kemudian hari.
Kurangnya kreativitas akan mempengaruhi SDM warga masyarakat negara menjadi terbelakang dan tidak mampu bersaing dengan SDM dari negara lain apalagi jika harus bersaing dengan negara-negara maju di era yang serba cepat seperti saat ini. Padahal, pada tahun 2045, Indonesia digadang-gadang menuju “Indonesia Emas”. Salah satu faktor pendorongnya adalah generasi muda produktif yang akan menjadi penduduk mayoritas negara. Pemanfaatan AI (Artificial Intelligence) sebagai Salah Satu Upaya Mewujudkan Generasi Emas Menuju Indonesia Emas 2045
Masifnya penggunaan AI menjadi bom waktu yang akan berdampak bagi negara. Bom waktu tersebut jika tidak segera dinetralkan, kegagalan “Indonesia Emas” akan menjadi kenyataan. Bahkan kegagalan tersebut bisa saja meruntuhkan Indonesia, SDM akibat generasi produktif pada masa itu tidak siap untuk bersaing dan berjuang.
Tidak semua perkembangan digital berdampak negatif bagi ekosistem yang terdampak. Dibalik potensi negatif itu, AI memberikan dampak positif bagi dunia pendidikan. AI dapat dijadikan sebagai partner diskusi yang serba tahu apapun masalah yang didiskusikan. Kemampuan berpikir kritis akan semakin terasah, dalam mencari referensi guna menyusun tugas kuliah, membuat karya ilmiah dan membantu memberikan feedback terhadap pekerjaan yang disusun oleh mahasiswa.
Selain itu, pememanfaatan AI oleh dosen guna untuk menunjang kinerja dalam belajar mengajar di dalam dan di luar kelas, serta memajukan dunia pendidikan. AI membantu dosen mencari kata kunci baru untuk dimengerti maknanya. Penggunaan AI juga guna menganalisis kemampuan mahasiswanya dengan merefleksi usai proses perkuliahan usai. Dengan demikian, dosen dapat memberikan dukungan akademis yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan mahasiswanya.
Lantas bagaimana cara menekan dampak negatif dan meningkatkan dampak positif penggunaan AI ini? Sampai saat ini, masih banyak mahasiswa yang menyalahgunakan penggunaan AI. Meski begitu, ada banyak cara untuk mengatasi penyalahgunaan AI. Dengan menggunakan uji similarity/turnitin pada tiap-tiap tugas kuliah dan atau karya ilmiah yang disusun oleh mahasiswa. Karena sangat sulit membedakan karya mahasiswa asli buatannya sendiri atau hasil menyadur dari AI. Maka dari itu sangat diperlukan kejelian bagi para dosen untuk melakukan pengecekan tiap karya ilmiah yang disusun oleh mahasiswa. Tentunya dengan bantuan Turnitin, sebagai sarana uji similarity atau indeks plagiarism pada karya.
Penerapan AI hendaknya menjadi hal baru yang harapannya dapat mempercepat proses pembelajaran. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 6 Mei 2024 menyebutkan bahwa AI menjadi alat bantu strategis dalam proses pembelajaran. “Semalam saja saya juga pakai AI untuk keperluan riset. Kita sedang membuat kajian pentingnya memperluas wajib belajar. Tanpa pakai AI, ini akan butuh waktu yang panjang. Tapi jika menggunakan AI, asalkan kita tahu cara menggunakannya maka jadi lebih efisien,” kata Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo dalam diskusi daring di Jakarta, Senin.
Anindito Aditomo berharap pendidikan di Indonesia tetap relevan dan adaptif terhadap perubahan zaman dengan memanfaatkan potensi teknologi, termasuk kecerdasan buatan, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, sehingga generasi muda Indonesia dapat siap menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dengan kemampuan dan pengetahuan yang memadai.
AI memberikan pengaruh signifikan dalam ekosistem pembelajaran di perguruan tinggi. AI memberikan dampak dalam bidang pendidikan. Khususnya pada performa akademis mahasiswa. Walaupun sampai saat ini AI masih sering disalahgunakan, dengan memberikan dengan memberikan pemahaman dan motivasi penggunaan AI yang positif, bukan tidak mungkin di masa mendatang pengguna AI akan memanfaatkannya dengan baik dan benar. Pengaruh AI yang paling umum adalah dapat mengubah cara berpikir mahasiswa. Membantu mahasiswa menemukan informasi secara mudah dan cepat. Kemampuan ini dapat membantu mahasiswa dan akademisi perguruan tinggi dalam penyusunan karya, tugas dan mencari materi pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran menjadi lebih efisien.
Febriyanto Arif Nugroho, S.Pd. (Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, UMS)